Jumat, 22 Juli 2011

Memaknai Sebuah Reformasi


Reformasi telah menjadi sebuah kata yang tak asing lagi di telinga. Reformasi juga telah menjadi sesuatu yang mendarah daging dalam langkah merumuskan kembali tatanan nilai yang tidak sempurna. Bahkan, bisa dikatakan setiap hari ada saja tuntutan reformasi dari sejumlah pihak yang mengharapkan hadirnya sebuah perubahan.
Umumnya, reformasi acap kali diterjemahkan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang atau tidak baik menjadi lebih baik. Misalnya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan harapan dari setiap warga negara yang menginginkan suatu pemerintahan yang bersih, sehingga mampu menyejahterakan masyarakatnya. Untuk itu, dengan adanya reformasi pemerintahan diharapkan dapat memerangi segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang berujung dengan terciptanya pemerintahan yang sehat.
Tidak dapat dipungkiri bila melakukan sebuah reformasi bukanlah perkara mudah. Tidak sedikit hambatan serta tantangan yang menghadang dalam melakukan reformasi. Namun, berbagai kendala yang muncul tidak boleh melemahkan semangat melakukan perubahan.
Pada umumnya, kesulitan yang timbul dalam menjalankan sebuah reformasi tidak lain disebabkan oleh rendahnya komitmen untuk menjalankan reformasi tersebut. Sehingga tidak jarang proses reformasi yang tengah berlangsung, berhenti di tengah jalan. Dengan demikian, sangat dibutuhkan kesungguhan dari banyak pihak dalam mengusung reformasi yang diidam-idamkan.
Sebagai contoh, salah satu instansi pemerintah yang selama ini tengah sibuk melakukan reformasi adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Di mana Ditjen Pajak yang telah sukses dalam menjalankan program reformasi jilid I, kini berlanjut pada program reformasi jilid II.
Salah satu tujuan dari reformasi jilid II di Ditjen Pajak tidak lain adalah menciptakan sebuah instansi yang benar-benar bersih dari segala bentuk penyimpangan, termasuk mereformasi sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut. Target yang ingin dicapai adalah menciptakan SDM yang profesional dan bersih dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Dengan terciptanya SDM yang bersih dan profesional, diharapkan dapat menghindari segala bentuk penyelewengan yang akan terjadi nantinya. Sehingga tidak ada lagi SDM nakal yang bekerja hanya untuk memenuhi pundi-pundi kas pribadi dari uang pajak yang telah dibayarkan.
Sayangnya, di balik reformasi yang selama ini dilakukan oleh Ditjen Pajak, tidak sedikit Wajib Pajak yang masih menganggap bahwa reformasi yang dilakukan selama ini adalah reformasi dengan sistem ‘tambal sulam’. Di mana ketika terbongkar suatu permasalahan, baru dilakukan pembenahan di dalamnya.
Perlu digarisbawahi, dalam sebuah reformasi terdapat dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu change and continuity. Di mana perubahan yang terjadi harus tetap berkesinambungan dengan yang lainnya, sehingga perubahan tidak hanya terjadi pada satu atau dua sektor saja, namun terjadi pada seluruh sektor.
Dengan adanya kesinambungan tersebut nantinya akan tercipta sebuah reformasi yang profesional, efisien dan efektif di dalam tubuh Ditjen Pajak, serta mampu mewujudkan harapan Wajib Pajak agar tercipta sebuah lembaga perpajakan yang bersih dari unsur KKN dan bentuk penyelewengan lainnya.
Dalam konteks apapun, reformasi tak hanya dilakukan oleh lembaganya saja, melainkan harus dilakukan pula oleh individu-individu di dalamnya. Mengutip sebuah lelucon yang mengatakan bahwa, “Reformasi hanya sebuah kata sampah yang takkan ada artinya bila tidak diterapkan oleh tiap individu”. Dengan demikian, bila Anda termasuk orang yang peduli akan sebuah perubahan, maka jadikanlah diri Anda sebagai seorang agent of change, yaitu motor penggerak terjadinya perubahan dalam lingkungan manapun Anda terlibat ¢

Tidak ada komentar:

Posting Komentar