Jumat, 22 Juli 2011

Boikot Pajak Bukan Perbuatan Orang Bijak


Pernah mendengar ungkapan bijak, “Bagian tersulit dalam kehidupan bukanlah mencapai sesuatu, melainkan mempertahankan prestasi yang telah dicapai”? Ungkapan bijak tersebut nampaknya pas jika dikaitkan dengan kondisi perpajakan kita. Di tengah pembangunan integritas yang sedang menanjak, Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) tergelicir turun akibat adanya kasus makelar pajak.
Ya, bila melihat keberhasilan Ditjen Pajak dalam meningkatkan jumlah Wajib Pajak hingga mencapai angka 16 juta melalui program sunset policy, sepatutnya kita acungi jempol. Pasalnya, mengajak masyarakat untuk ber-NPWP berdasarkan kesadarannya sendiri bukanlah perkara mudah.
Terlebih lagi, di sebagian besar masyarakat kita masih terdapat paradigma lama bahwa Ditjen Pajak merupakan institusi ‘basah’ sehingga pegawainya berpotensi besar melakukan tindak korupsi. Paradigma ini yang menimbulkan keraguan dalam masyarakat ketika harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk negara.
Ditjen Pajak memang banyak berbenah diri dalam menghadapinya. Berbagai strategi dilakukan untuk menghapus kemungkinan memberantas praktik-praktik korupsi dan meluruskan anggapan miring masyarakat terhadap instansi yang bermarkas di Jalan Gatot Subroto itu. Upaya ini memang terlihat serius dan memang menjadi fokus reformasi birokrasi di jajaran Departemen Keuangan.
Perlahan tapi pasti, paradigma lama itu pun mulai terbantahkan. Slogan, “Bayar Pajaknya, Awasi Penggunaannya”, mulai menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Pasalnya, secara tidak langsung masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam mengawasi setiap penerimaan dan aliran pengunaan dana pajak.
Namun sayang, usaha yang telah dibangun dengan susah payah tersebut menjadi runtuh seketika. Ibarat gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Ditjen Pajak harus menelan pil pahit akibat mencuatnya berita mengenai makelar kasus pajak oleh oknum aparat pajak yang tidak bertanggung jawab. Terungkapnya masalah ini menorehkan tinta hitam di tengah usaha mengembalikan citra positif yang sebelumnya terus dibangun oleh Ditjen Pajak.
Kritikan tajam tak henti-hentinya dilontarkan oleh masyarakat yang merasa kecewa. Belakangan malah muncul wacana untuk memboikot pajak alias gerakan menolak untuk membayar pajak. Yang menyedihkan, tidak sedikit masyarakat yang mendukung gerakan ini.
Permasalahan ini tidak bisa didiamkan begitu saja. Departemen Keuangan harus segera mengambil langkah cepat untuk mengatasi persoalan ini. Pasalnya, kalau banyak yang memboikot pajak dan tidak ada orang yang mau membayar pajak, mau jadi apa negara ini? Sumber daya alam kita sudah habis.
Marah dan kecewa atas perbuatan oknum pegawai pajak adalah hal yang wajar, namun memboikot pajak juga bukan perbuatan bijak. Yang perlu dievaluasi adalah sistemnya. Jika sistemnya sudah baik disertai dengan reward dan punishment yang jelas, kasus-kasus seperti makelar kasus pajak dapat dihindari. Kita harus percaya, bahwa tidak semua pegawai pajak itu memiliki integritas yang buruk, karena masih banyak pula yang memiliki jiwa patriotik.
Sementara bagi Ditjen Pajak, yang terpenting adalah bagaimana agar dapat membangun kembali kepercayaan Wajib Pajak. Ciptakan kembali citra positif yang sebelumnya sudah mulai dibangun dan peliharalah kepercayaan Wajib Pajak dengan sebaik-baiknya. Karena tumbuh dan berkembangnya negara ini tidak bisa lepas dari dukungan pajak ¢

Tidak ada komentar:

Posting Komentar